Sementara lupakan dulu kemeriahan orang2 yang berebut mengucapkan “sah2”, saat mempelai pria bersumpah di akad nikah. Monggo tanya ikrar yang begitu dramatis bernama cinta sehidup semati. Atau bagi yang belum menikah & akan menikah, hentikan dulu bayangan berdebar2 malam pertama. Mari bicara bahwa rumah tangga itu berlangsung lama. Dan suatu saat ada keluarga yang cintanya terancam hilang ditelan masa.
Saat
itulah sosok di dalam rumah menjadi tak lagi yang paling diinginkan. Kebersamaan
hanya ada dalam jasmani, tapi tak dengan hati. Cinta itu layu, kering & hampir
mati. Lalu siapakah mereka ini? Apakah mereka adalah orang2 yang dulunya
bernasib Siti Nurbaya? Menikah karena terpaksa? Apakah mereka tak saling kenal
sebelumnya?
Tidak!
Mereka saling kenal. Mereka mengaku saling memahami saat belum menikah. Mereka
yang kehilangan cinta karena menikah terpaksa memang ada. Tapi menikah karena
saling suka juga ada yang lambat laun kehilangan cintanya.
Memang,
latar belakang pernikahan mungkin jadi salah satu penyebab. Tapi ketidaksiapan menerima perubahan juga bisa jadi sebab utama. Ketahuilah bahwa cinta seperti
memiliki banyak wajah. Kadang kita harus bergeser tempat, lalu mengambil sudut
pandang yang lain agar dapat melihat cinta dalam wujud yang tetap indah.
Ketika
masing2 pribadi masih sanggup menyuguhkan hal2 berharga dari dirinya, maka
wajarlah sang pasangan ingin banyak diberi, disuguhi & dimanjakan tentang
banyak hal dari dia. Tapi mengertilah, bahwa kebersamaan yang lama menghukum segala
yang heboh menjadi biasa2 saja. Bahwa
dada ada masanya untuk tidak berdebar lagi saat berjumpa. Semuanya jadi serba
biasa. Dulu yang tercantik, sekarang tidak lagi.
Saat
itulah kawan, kita butuh geser tempat. Melihat cinta dalam sudut yang berbeda.
Bahwa cinta itu bukan masanya lagi untuk dipupuk oleh pemberian2. Bukan lagi
bermanja2 minta dilayani. Ia harus dibiasakan dipupuk dengan cerita sebaliknya.
Dimana kita memberi banyak pada pasangan kita dengan setulus hati. Fragmen
kisah kakek yang sedang menyuapi istrinya yang renta & sakit adalah gambaran yang pas tentang bagaimana cinta
mulai bergeser dari menerima menjadi memberi.
Maka
biasakan bertanya, “Bagaimana caranya aku
bisa memberi yang terbaik untuknya?” dan simpanlah rapat2 keinginan untuk
mempertanyakan “apa yang sudah ia
berikan kepadaku?”
“Cinta atas
dasar menerima “ tak sebaik &
selanggeng “cinta atas dasar memberi”. Keluarga sakinah, selain meniatkan
menikah sebagai jalan ketaatan kepada Allah, juga tersempurnakan oleh “cinta
atas dasar memberi ini. Cukup sekian dan semoga artikel ini bermanfaat untuk kita semua.